
Jakarta,Updatesulawesi – Hari ini, tepat 14 tahun sejak aktivis HAM Munir Said Thalib meninggal di pesawat menuju Amsterdam pada 7 September 2004.
Munir diracun menggunakan arsenik, dan kasus ini hingga kini masih menjadi simbol perjuangan keadilan yang belum selesai. Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda Indonesia, divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara 14 tahun.
Namun, pengadilan menyebut Pollycarpus bukan pelaku tunggal. Sampai saat ini, dalang utama di balik pembunuhan Munir belum diungkap, meskipun ada indikasi keterlibatan pihak-pihak tertentu.
Presiden Jokowi pernah berjanji menyelesaikan kasus ini, tetapi langkah konkret belum terlihat.
Dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) yang dibuat pada masa pemerintahan Presiden SBY pun dinyatakan hilang oleh Kemensetneg pada 2016, memicu kritik dari aktivis HAM seperti KontraS.
Mereka menilai pemerintah kurang memiliki komitmen politik untuk menuntaskan kasus ini Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum), Usman Hamid, menegaskan bahwa kasus ini tak boleh berhenti.
Ia menilai ada kendala pada kemauan politik negara, bukan teknis pembuktian.
Aktivis lain, seperti Asfinawati dari YLBHI, juga menyerukan pentingnya penyelidikan lanjutan untuk mengungkap kebenaran carpus meninggal pada 2020 karena COVID-19, dua tahun sebelum kasus ini kedaluwarsa menurut Pasal 78 KUHP.
Hal ini mempersempit ruang untuk pengusutan lebih lanjut, namun tekanan publik terus mendorong pemerintah untuk menyelesaikan perkara ini.
Munir adalah pengingat bahwa perlindungan terhadap aktivis HAM dan akuntabilitas negara harus menjadi prioritas.
Kasus ini menjadi simbol perjuangan bagi keadilan di Indonesia.