
Parimo, Updatesulawesi – Keributan terjadi di Dusun 3, Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), setelah alat berat jenis excavator yang diduga milik penambang ilegal melewati jalan desa.
Peristiwa ini semakin memanas ketika kelompok penambang ilegal yang diduga menggunakan preman, mengayunkan sebilah samurai ke arah warga.(09/03/2025)
Warga Dusun 3 bereaksi atas kejadian tersebut, karena sebelumnya mereka telah mengalami berbagai kerugian akibat aktivitas alat berat yang melewati pemukiman.
Salah satu warga, Niluh Rediami, menuturkan bahwa kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi didesanya.
“Pertama kejadian malam Jumat, putusnya kabel listrik yang sempat saya posting pertama. Menurut pihak tambang, itu bukan akibat alat berat, karena memang kita tidak melihat alat yang naik,” ujar Niluh saat ditemui, Senin (10/03/2025).
Setelah melaporkan kejadian tersebut ke PLN setempat, pihak PLN pun menindaklanjuti dengan meminta pertanggungjawaban pihak tambang atas putusnya kabel induk yang menyebabkan MCB tercabut dari dinding rumah warga.
Niluh menegaskan bahwa ia telah memperingatkan agar alat berat tidak lagi melewati jalan desa mereka.
“Saya sudah memperingatkan agar tidak ada lagi alat berat lewat di jalan ini. Saya tidak peduli apa pun yang mereka buat di atas, asalkan tidak melewati jalan ini lagi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Niluh mengungkapkan bahwa preman yang diduga bayaran dari penambang ilegal tidak hanya membawa senjata tajam, tetapi juga melakukan penganiayaan terhadap dirinya saat menghadang alat berat tersebut.
“Saat saya dan suami menghadang alat berat itu, mereka tidak mau berhenti dan terus berupaya menjalankan mobil ke arah kami. Dari atas mobil, beberapa preman mengarahkan agar tidak berhenti, sambil membawa kayu dan samurai. Salah satu preman turun dengan samurai dan mengayunkannya ke arah saya. Kalau saya tidak menghindar, mungkin kepala saya sudah terkena,” tuturnya.
Peristiwa tersebut bahkan disaksikan oleh beberapa warga Dusun 3 yang rumahnya berada di sekitar lokasi kejadian.
“Banyak masyarakat di situ yang melihat. Mereka mendengar keributan dan datang semua.Kejadian itu bertepatan dengan mati lampu,” jelas Niluh.
Selain dianiaya, ia juga mengaku mendapat cacian dan makian dari preman yang diduga merupakan orang suruhan penambang ilegal.
“Dia tendang saya satu kali, saya lawan, dia tendang lagi saya,” keluhnya.
Bahkan, preman tersebut secara terang-terangan mengancam akan memukul anak Niluh usai dirinya yang juga menjadi korban kekerasan preman tambang ilegal.
“Yang mengancam anakku itu adalah orang yang mengayunkan samurai ke arah saya,” tambahnya.
Niluh pun sangat menyayangkan sikap pemerintah Desa Buranga yang tidak hadir saat kericuhan berlangsung hingga pagi ia menunggu di lokasi kejadian.
Pasca kejadian di Dusun 3 Desa Burangan, media ini lakukan konfirmasi kepada pendamping hukum tiga koperasi pemegang Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Natsir Said.
Ia menegaskan bahwa alat berat jenis ekskavator yang masuk ke Desa Buranga bukan milik pihak pemegang izin.
“Saya tidak mau bicara siapa yang bermain tambang ilegal atau legal. Tapi sepengetahuan saya dan berdasarkan data yang saya miliki, tiga koperasi pemegang IPR itu legal dan diakui oleh Stekholder terkait,” tegasnya.
Terkait dugaan adanya tambang ilegal di luar tiga koperasi tersebut, pihaknya meminta dilakukan penelusuran lebih lanjut sehingga tidak terlalu menyudutkan pihak koperasi.
“Kasihan kalau ada apa-apa di lapangan, kami yang disalahkan. Bahkan soal air keruh pun kami yang dituduh,” keluhnya.
Ia juga mempertanyakan apakah benar semua kondisi buruk yang terjadi di aliran sungai disebabkan oleh tiga koperasi pemegang IPR, atau ada aktivitas pertambangan lain yang tidak menerapkan standar pengolahan limbah yang baik.
Natsir Said pun berharap masyarakat lebih selektif dalam menerima dan menyebarkan informasi di media sosial agar terhindar dari jeratan UU ITE.
Secara terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (DiskopUKM) Kabupaten Parigi Moutong, Sofiana, membenarkan bahwa alat berat yang masuk ke Desa Buranga bukan milik koperasi pemegang izin, melainkan milik penambang ilegal.
“Ibu Reni menghubungi saya lewat pesan WhatsApp, pamit untuk memasukkan alat berat. Tapi saya tidak menggubris atau membalas percakapan tersebut,” katanya.