
Parimo,Updatesulawesi.id – Kasus yang menimpa Kepala Desa (Kades) Sipayo, Kecamatan Sidoan, Kabupaten Parigi Moutong, Nurdin Ilo Ilo, terus berkembang.
Setelah mendapat Teguran Tertulis ke-I dari Bupati Parigi Moutong, Erwin Burase, kini sang kepala desa juga terancam jeratan hukum pidana terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI).
Surat teguran yang dikeluarkan dengan nomor 100.2.2.4/6773/DIS.PMD itu menilai Kades Sipayo telah melampaui kewenangan dengan membuat kesepakatan pertambangan bersama masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Padahal, kewenangan pengelolaan pertambangan sepenuhnya berada pada pemerintah pusat, bukan desa.
Dalam surat tersebut, Bupati menegaskan bahwa kepala desa dilarang menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Atas dasar itu, kesepakatan musyawarah Desa Sipayo yang menghasilkan berita acara tanggal 16 Agustus 2025 dinyatakan tidak sah secara hukum.
Namun, persoalan tidak berhenti pada ranah administratif. Dugaan adanya pungutan terhadap alat berat yang beroperasi di lokasi pertambangan ilegal membuat kasus ini berpotensi masuk ke ranah pidana. Praktik tersebut diduga dilakukan dengan memanfaatkan jabatan sebagai kepala desa.
Jika terbukti, tindakan Kades Sipayo dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur larangan bagi pejabat publik melakukan pemerasan atau pungutan di luar aturan resmi. Ancaman hukumannya tidak main-main, yakni minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Selain itu, Kades juga bisa dianggap turut serta dalam kejahatan pertambangan ilegal. Meski tidak ikut menambang, penyelenggaraan musyawarah dan adanya pungutan dari penambang dapat dikategorikan sebagai tindakan membantu atau memfasilitasi PETI. Berdasarkan Undang-Undang Minerba, ancamannya adalah pidana penjara hingga 5 tahun.
Bupati Erwin Burase menyebut dugaan pungli dan pelanggaran kewenangan ini sebagai tindakan yang “sangat berbahaya”. Sebab, seorang pemimpin desa seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan aturan, bukan justru melegalkan aktivitas yang jelas-jelas melawan hukum.
“Ini merusak tatanan pemerintahan, membuka ruang praktik korupsi, dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Kepala desa seharusnya melindungi masyarakat, bukan membiarkan kegiatan tambang ilegal yang berpotensi merugikan banyak pihak,” tegas Erwin.
Selain ancaman hukum, kasus ini juga berimbas pada kepercayaan publik terhadap pemerintah desa. Dugaan pungli dianggap mencoreng nama baik pemerintahan dan bisa memicu konflik sosial di tingkat masyarakat.
Sebagai langkah awal, Bupati telah menjatuhkan sanksi administratif berupa teguran tertulis serta memerintahkan penghentian seluruh aktivitas pertambangan di Desa Sipayo. Namun, jika bukti dugaan pungli semakin kuat, maka proses hukum pidana akan menjadi jalan berikutnya.
Tembusan surat teguran tersebut telah disampaikan kepada Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Inspektorat Daerah, Kepala Bagian Hukum Setda, dan Camat Sidoan. Langkah ini sekaligus menjadi peringatan bagi kepala desa lain agar tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi.
Dengan perkembangan terbaru, kasus Kades Sipayo bukan lagi sekadar persoalan administrasi desa, melainkan bisa menyeretnya ke meja hijau dengan ancaman hukuman berat sesuai aturan pidana yang berlaku.