
Parimo,Updatesulawesi.id – Wakil Bupati Parigi Moutong (Parimo), Abdul Sahid, memiliki jiwa besar selaku pejabat publik serta dengan rendah hati menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas insiden pengusiran lima jurnalis dari sejumlah media online saat meliput rapat pembahasan tambang emas ilegal di Ruang Rapat Bupati, Senin (20/10).
Permintaan maaf tersebut disampaikan langsung dalam pertemuan dengan para jurnalis di lokasi yang sama pada Selasa (21/10).
“Saya menyampaikan permohonan maaf jika ada kata atau sikap, baik dari OPD kami maupun saya secara pribadi,” ujar Abdul Sahid.
Ia menegaskan, kejadian tersebut murni akibat miskomunikasi tanpa ada unsur kesengajaan maupun niat merendahkan profesi jurnalis.
“Jurnalis adalah mitra pemerintah dalam membangun daerah. Tanpa mereka, program pemerintah tidak akan tersampaikan luas ke masyarakat,” jelasnya.
Wakil Bupati juga mengajak insan pers untuk terus bersinergi dan menjaga komunikasi terbuka dengan pemerintah daerah.
“Kalau kami ada salah, tolong sampaikan. Namanya manusia pasti ada khilaf,” tambahnya.
Menanggapi permintaan maaf tersebut, Eli Leu, jurnalis dari Zenta Inovasi, menyampaikan apresiasi atas sikap rendah hati Wabup Parimo.
Namun, ia menilai bahwa peristiwa pengusiran itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan pers dan profesionalitas jurnalis.
“Kami tidak mendendam, tapi ini soal profesionalitas. Jurnalis hadir bukan untuk mencari kesalahan, melainkan menjalankan tugas menyampaikan informasi kepada publik,” tegas Eli.
Ia juga berharap pemerintah daerah lebih terbuka dalam menjalin kemitraan dengan media, serta tidak lagi membatasi akses liputan ke depan.
“Kalau rapat tertutup, sampaikan lebih awal agar kami bisa memposisikan diri,” imbuhnya.
Eli menambahkan, insiden tersebut sempat berdampak pada kondisi psikologis dirinya dan rekan-rekan jurnalis lainnya.
“Kenapa kami diperlakukan seperti itu? Padahal semuanya bisa dikomunikasikan dengan baik,” keluhnya.
Senada dengan itu, Moh. Ridwan, jurnalis Kantor Berita Antara sekaligus anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu, menilai bahwa insiden semacam ini sering terjadi akibat kurangnya komunikasi antara pejabat dan media.
“Kadang ada bahasa atau perlakuan yang tidak semestinya, sehingga membuat suasana tidak nyaman,” ujar Ridwan.
Sebagai perwakilan organisasi pers, Ridwan berharap jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dapat lebih terbuka dan bersahabat dalam menyampaikan informasi kepada media.
“Insiden ini mungkin terlihat kecil, tapi berdampak pada psikologis kami. Pemerintah daerah harus lebih kolaboratif,” pungkasnya








