
Parimo,Updatesulawesi – Dua pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parigi Moutong, Alfret M. Tonggiroh dan Suyutin Budianto Tongani, memberikan tanggapan terkait masalah penumpukan sampah yang terjadi di wilayah ibu kota.
Wakil Ketua I DPRD Parigi Moutong, Suyutin Budianto Tongani, menyarankan agar pengelolaan sampah diberikan kepada pihak ketiga.
Menurutnya, langkah ini tidak hanya membantu mengatasi permasalahan sampah, tetapi juga memberikan kontribusi berupa retribusi kepada daerah.
“Kalau kita mau aman, maka pengelolaan serta pengendalian sampah diberikan kewenangan kepada pihak lain yang benar-benar mau berkomitmen mencari solusi untuk masalah ini,” ujar Suyutin.
Penumpukan sampah di ibu kota Kabupaten Parigi Moutong dilaporkan terjadi akibat aksi mogok kerja puluhan petugas pengangkut sampah selama empat hari terakhir.
Pemogokan tersebut dipicu oleh kegagalan beberapa petugas kategori II (THK II) dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Suyutin mendesak Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Parigi Moutong untuk lebih serius menangani persoalan ini.
“Kami minta BKPSDM Parigi Moutong segera mengambil langkah untuk mengakomodir semua tenaga honorer menjadi PPPK, apalagi THK II harus diprioritaskan,” tegasnya.
Ketua DPRD Parigi Moutong, Alfret M. Tonggiroh, juga menyoroti permasalahan yang dihadapi tenaga honorer di berbagai instansi, termasuk Dinas Sosial, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan lainnya.
Ia menyarankan BKPSDM mengirim surat resmi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mencari solusi terkait permasalahan ini.
“Dengan adanya THK II yang tidak lulus dan permasalahan tenaga teknis di bidang logistik bencana Dinas Sosial, BKPSDM harus mengirim surat resmi ke BKN untuk mencarikan solusi,” ujar Alfret.
Ia juga menyebutkan bahwa BKN perlu memberikan balasan tertulis secara resmi agar tenaga honorer yang terdaftar dalam database memiliki peluang lulus seleksi pada tahun 2025.
“Kami telah menanyakan hal ini kepada Menpan RB. Jika tenaga khusus dibutuhkan di daerah, mereka bisa direkrut menjadi PPPK berdasarkan keilmuannya,” jelas Alfret.
DPRD Parigi Moutong berencana mengadakan rapat koordinasi dengan BKPSDM dalam waktu dekat untuk mencari solusi bagi tenaga honorer yang belum lulus.
Alfret dan Suyutin juga meminta pemerintah daerah memberikan pendampingan kepada seluruh honorer agar perjuangan mereka tidak dilakukan secara individu.
“Urusan PPPK ini wajib karena kesejahteraannya sudah dimasukkan dalam DAU Parigi Moutong sebesar Rp163 miliar,” pungkas Alfret.